Penulis Lainnya

Iwan Novarian Sutawijaya



Memerankan kembali auditor sektor publik dalam memberantas korupsi di Indonesia dengan menemukan kembali (reinventing) audit kinerja


28 Desember 2017
Pertanyaan yang menggelitik adalah mengapa keberhasilan dalam operasi tangkap tangan pelaku korupsi yang dilakukan oleh APH tidak diikuti dengan perbaikan IPK? IPK itu mengukur persepsi masyarakat. Artinya, persepsi buruk ini malah bisa disebabkan oleh masih banyaknya pelaku korupsi yang tertangkap tangan. Memang, menjadi paradoks ketika kita melihat meningkatnya pelaku korupsi yang tertangkap tangan menjadi salah satu penyebab rendahnya IPK kita. Artinya, meningkatnya pelaku korupsi yang tertangkap tangan ternyata semakin meningkatkan persepsi buruk masyarakat, yaitu pemerintah tidak berhasil dalam memberantas kasus korupsi. Sebab, pada dasarnya masyarakat tidak membutuhkan meningkatnya berita pejabat yang tertangkap tangan korupsi, tetapi mereka membutuhkan realisasi nyata pemerintah dalam pembenahan pelayanan publik yang bebas dari korupsi. Intinya, selama kita hanya mengandalkan operasi tangkap tangan melalui ‘tangan’ APH (baik itu KPK, Tim Pemberantasan Korupsi, maupun Detasemen Khusus anti-Korupsi), kita tidak akan berhasil meningkatkan IPK. Berita tangkap tangan tersebut malah semakin menumbuhkan pesimisme masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Theodore Roosevelt menyebutkan bahwa sebuah bangsa harus menggunakan pandangan jauh ke depan. Jika kita tidak menggunakan pandangan ke depan, kegelapan akan menjadi masa depan kita. Karenanya, lembaga audit sektor publik dan para auditor atau pemeriksanya mesti berperan kembali dalam memberantas korupsi, yaitu melalui perbaikan proses bisnis pemerintah dan pemberian keyakinan kualitas pengelolaan sumber daya pemerintah yang sehat. Peran aktif mereka ini dapat tercapai dengan audit kinerja (performance audit).
2017_ART_PP_BIRO12_01.pdf



Mendeteksi “penumpang gelap” dalam birokrasi Indonesia


15 April 2017
Dalam konteks penyelenggaraan birokrasi pemerintah, penumpang gelap dapat diartikan seseorang yang berada dalam lingkaran birokrasi tapi mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda dengan tujuan organisasi. Adanya penumpang gelap mengakibatkan organisasi pemerintah tidak dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai kebijakan pemerintah dan DPR/D. Lebih buruk lagi, organisasi menjadi tidak jelas arah tujuannya, dan pemborosan terjadi di setiap fungsi organisasi. Memburuknya kinerja organisasi mengakibatkan pegawai menjadi tidak puas dan berfikir pragmatis. Datang ke kantor hanya sekedar menggugurkan kewajiban dan tidak berfikir kreatif dan mengembangkan diri. Pentingnya birokrasi pemerintah bebas dari penumpang gelap (penyusup) organisasi adalah karena birokrasi pemerintah memegang peranan strategis dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik. Birokrasi pemerintah turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Dalam birokrasi yang buruk, upaya pembangunan dipastikan akan mengalami banyak permasalahan. Sebaliknya, birokrasi yang efektif dan efisien memastikan program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar dan tujuan pembangunan akan tercapai.
2017_ART_PP_BIRO04_01.pdf



Strategi pengelolaan keuangan unggulan pasangan calon kepala daerah sebagai penentu kemenangan


14 Februari 2017
Fenomena penentuan strategi para calon kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat saat ini adalah faktor yang paling menentukan kemenangan. Bahkan beberapa incumbent, tanpa malu akan menyatakan keberhasilan programnya walaupun sebenarnya adalah program kepala daerah periode sebelumnya. Berdasarkan analisis pada visi dan misi 5 calon kepala daerah yang saat ini sedang bersaing, tidak ada satupun terlihat suatu misi pengelolaan keuangan unggulan sebagai strategi unggulan para calon kepala daerah. Tampaknya strategi pengelolaan keuangan unggulan hanya sebagai pemanis kata dalam penulisan visi misi.
2017_ART_PP_BIRO02_01.pdf